Kabar Perang-Afrika Tengah: Penjarah menyerbu Kantor Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan rumah karyawannya sesudah pemberontak menguasai ibu
kota Republik Afrika Tengah. Hal ini dikatakan juru bicara pada Senin
(25/3).
"Tembakan dan penjarahan berlanjut saat Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa dijadwalkan membahas kemelut itu pada hari sama," kata
juru bicara badan dunia tersebut, Martin Nesirky.
"Tampaknya masih ada tembakan dan penjarahan di Bangui," kata Nesirky kepada wartawan.
"Beberapa kantor Perserikatn Bangsa-Bangsa dan tempat tinggal karyawan, baik warga setempat maupun asing, dijarah," tambahnya.
Ke-15 negara anggota Dewan Keamanan diperkirakan mengeluarkan pernyataan
menyerukan kembali ke undang-undang dasar sesudah Presiden Francois
Bozize lari dari pemberontak pada Minggu.
"Ada presiden baru, menyatakan diri dengan cara benar-benar tidak sah
dan pertanyaan kami adalah bagaimana kembali ke undang-undang dasar,
bagaimana pemilihan umum secepat mungkin," kata dutabesar Prancis untuk
badan dunia itu, Gerard Araud, kepada wartawan saat mengumumkan
pertemuan itu.
"Dalam beberapa hari mendatang, kami akan melihat apa yang bisa kami
lakukan untuk meyakinkan presiden baru itu untuk menyelenggarakan
pemilihan umum," tambah Araud.
Pemimpin persekutuan pemberontak Seleka Michel Djotodia menyebut diri pemimpin baru Republik Afrika Tengah. Kepada Radio France Internationale, ia menyatakan berencana mengadakan pemilihan umum bebas dan terbuka dalam tiga tahun.
Prancis, Amerika Serikat, dan Ketua PBB Ban Ki-moon menyeru pemberontak
menghormati kesepakatan perdamaian 11 Januari, yang membentuk pemerintah
persatuan bangsa. Sejauh ini, Perdana Menteri Nicolas Tiangaye, tetap
menjabat.
Pemberontak Republik Afrika Tengah itu memulai lagi pertempuran setelah
tenggat kepada pemerintah untuk memenuhi tuntutan mereka, sesuai dengan
perjanjian perdamaian, berakhir.
Pemberontak Seleka menyatakan tidak akan menarik pasukan, kecuali
pemerintah membebaskan tahanan politik dan pasukan Afrika Selatan
meninggalkan negara itu.
Seleka, yang berarti persekutuan, menandatangani perjanjian perdamaian
pada 11 Januari dengan pemerintah Bozize di ibukota Gabon, Libreville.
Perjanjian ditengahi pemimpin kawasan itu menetapkan pemerintah baru
persatuan bangsa, yang telah dibentuk dan kini dipimpin anggota lawan,
Nicolas Tiangaye, dan mencakup anggota Seleka.
Perjanjian itu mengakhiri serangan sebulan Seleka, yang dengan cepat
menguasai wilayah utara dan berhenti antara lain berkat campur tangan
tentara Chad sebelum pemberontak itu menyerbu Bangui, ibukota Republik
Afrika Tengah.
Seleka, persekutuan longgar tiga kelompok bersenjata, memulai gerakan
bersenjata mereka pada 10 Desember dan menguasai sejumlah kota penting
di Republik Afrika Tengah.
Mereka menuduh Presiden Francois Bozize tidak menghormati perjanjian
2007, yang menetapkan anggota yang meletakkan senjata akan dibayar.
No comments:
Post a Comment