3/26/2013

Uni Afrika Kutuk Kudeta di Afrika Tengah

Kabar Perang-Addis Ababa: Kepala Komisi Uni Afrika mengecam keras perebutan kekuasaan oleh pemberontak di Republik Afrika Tengah dan menyerukan negara-negara anggotanya untuk mengambil tindakan terpadu dan tegas.

"Status Uni Afrika dipertaruhkan, dalam kasus peralihan kekuasaan yang bertentangan dengan konstitusi, pengabaian negara dari kegiatan AU, isolasi total terhadap mereka yang bertanggung jawab dan penerapan sanksi terhadap mereka," kata Ketua Komisi Uni Afrika Nkosazana Dlamini-Zuma  dalam satu pernyataan.
   
Sementara itu Prancis telah mengirim 350 prajurit tambahan ke Republik Afrika Tengah, yang ibu kotanya, Bangui, telah jatuh ke tangan pemberontak.
   
Pengiriman pasukan tambahan itu dimaksudkan untuk menjamin keselamatan warga negara Prancis dan orang-orang asing lain di negara Afrika tersebut.
   
Rombongan pertama 200 prajurit tiba di Bangui pada Sabtu dan 150 orang lagi dikirim Minggu dari Libreville, ibu kota Gabon, kata sumber itu.
   
Prancis kini memiliki hampir 600 prajurit di Republik Afrika Tengah, negara bekas koloninya yang sedang dilanda perang.
   
Namun Presiden Francois Hollande  menyatakan bahwa pasukan Prancis tidak akan ikut campur dalam urusan internal negara itu.
   
Pada Minggu, pemberontak menguasai Bangui dan Presiden Francois Bozize dikabarkan telah melarikan diri dari ibu kota Republik Afrika Tengah tersebut.
   
Pemberontak Republik Afrika Tengah memulai lagi pertempuran setelah batas waktu yang diberikan kepada pemerintah untuk memenuhi tuntutan mereka sesuai dengan perjanjian perdamaian berakhir.
   
Pemberontak Seleka menyatakan tidak akan menarik pasukan kecuali jika pemerintah membebaskan tahanan-tahanan politik dan pasukan Afrika Selatan meninggalkan negara itu.
   
Seleka, yang berarti "aliansi", menandatangani sebuah pakta perdamaian pada 11 Januari dengan pemerintah Presiden Francois Bozize di ibu kota Gabon, Libreville.
   
Perjanjian yang ditengahi oleh para pemimpin regional itu menetapkan pemerintah baru persatuan nasional, yang telah dibentuk dan kini dipimpin oleh seorang anggota oposisi, Nicolas Tiangaye, mencakup anggota-anggota Seleka.
    
Perjanjian itu mengakhiri ofensif sebulan Seleka yang dengan cepat menguasai wilayah utara dan berhenti antara lain berkat intervensi militer Chad sebelum pemberontak itu menyerbu Bangui, ibu kota Republik Afrika Tengah.
    
Seleka, sebuah aliansi dari tiga kelompok bersenjata, memulai aksi bersenjata mereka pada 10 Desember dan telah menguasai sejumlah kota penting di Republik Afrika Tengah. Mereka menuduh Presiden Francois Bozize tidak menghormati sebuah perjanjian 2007 yang menetapkan bahwa
anggota-anggota yang meletakkan senjata mereka akan dibayar.

No comments:

Post a Comment





Supported By Mael For You