Kabar Perang - Gao: Bentrokan antara prajurit Mali dan militan
meletus Minggu (10/2) di jalan-jalan di Gao, kota terbesar di Mali utara
yang diguncang serangan-serangan bom bunuh diri dalam dua hari
terakhir.
Kedua pihak terlibat dalam tembak-menembak pada sore hari di pusat kota itu
di dekat kantor polisi
.
Pasukan yang dipimpin Prancis merebut kembali Gao pada 26 Januari dari
militan terkait Al Qaida yang menguasai wilayah Mali utara selama 10
bulan setelah kudeta militer.
Bentrokan di jalan itu berlangsung setelah serangan bom bunuh diri Sabtu
larut malam di sebuah pos pemeriksaan militer di pintu gerbang kota
itu, sesudah serangan serupa di lokasi yang sama sehari sebelumnya.
Kedua pemboman bunuh diri itu merupakan serangan-serangan pertama semacam itu di Mali.
Gerakan Keesaan dan Jihad di Afrika Barat (MUJAO), salah satu kelompok
yang menguasai Mali utara sebelum dihalau oleh pasukan intervensi
Prancis yang diluncurkan pada 11 Januari, mengklaim bertanggung jawab
atas serangan pertama dan pada Sabtu mengancam akan melancarkan
serangan-serangan lebih lanjut.
"Kami bertekad melancarkan serangan-serangan lebih lanjut terhadap
pasukan Prancis dan sekutunya. Kami meminta penduduk setempat menjauhi
zona militer dan menghindari ledakan," kata juru bicara MUJAO Abou Walid
Sahraoui.
Serangan-serangan bom bunuh diri itu hanya menewaskan kedua pelakunya.
Satu prajurit cedera ringan dalam pemboman Jumat. Tidak ada lagi yang
cedera dalam serangan Sabtu, kata seorang prajurit di pos pemeriksaan
itu.
Prancis, yang bekerja sama dengan militer Mali, pada 11 Januari
meluncurkan operasi ketika militan mengancam maju ke ibu kota Mali,
Bamako, setelah keraguan berbulan-bulan mengenai pasukan intervensi
Afrika untuk membantu mengusir kelompok garis keras dari wilayah utara.
Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di
Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012
menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.
Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru
teroris dan mereka mendukung upaya Afrika untuk campur tangan secara
militer.
PBB telah menyetujui penempatan pasukan intervensi Afrika berkekuatan
sekitar 3.300 prajurit di bawah pengawasan kelompok negara Afrika Barat
ECOWAS. Dengan keterlibatan Chad, yang telah menjanjikan 2.000 prajurit,
berarti jumlah pasukan intervensi itu akan jauh lebih besar.
Kelompok garis keras, yang kata para ahli bertindak di bawah payung Al
Qaida di Maghribi Islam (AQIM), menguasai kawasan Mali utara, yang
luasnya lebih besar daripada Prancis, sejak April tahun lalu.
Pemberontak suku pada pertengahan Januari 2012 meluncurkan lagi perang
puluhan tahun bagi kemerdekaan Tuareg di wilayah utara yang mereka klaim
sebagai negeri mereka, yang diperkuat oleh gerilyawan bersenjata berat
yang baru kembali dari Libya.
Namun, perjuangan mereka kemudian dibajak oleh kelompok-kelompok muslim garis keras.
Kudeta pasukan yang tidak puas pada Maret dimaksudkan untuk memberi
militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah
utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak menguasai
tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja.
No comments:
Post a Comment