Prancis Tuntut Separatis Tuareg Serahkan Senjata - Bamako: Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius
mengatakan, Jumat (5/4), separatis Tuareg juga harus menyerahkan senjata
bersama kelompok-kelompok lain di Mali utara yang dilanda kekerasan.
Gerakan Nasional Pembebasan Azawad (MNLA) meninggalkan pemberontakan
puluhan tahun bagi kemerdekaan untuk membantu Prancis menghalau militan
garis keras yang menguasai wilayah utara Mali.
Namun, mereka menolak mengizinkan pasukan Mali memasuki kota gurun kecil
Kidal, 1.500 kilometer sebelah timurlaut Bamako yang merupakan
pangkalan tradisional Tuareg.
"Ketika waktunya tiba semua kelompok, MNLA dan kelompok kelompok
bersenjata lain, harus setuju berada di wilayah kantung dan menyerahkan
senjata mereka," kata Fabius pada jumpa pers di Bamako, ibu kota Mali.
MNLA merebut Kidal tahun lalu sebagai bagian dari pemberontakan baru Tuareg bagi kemerdekaan Mali utara, juga kota-kota Timbuktu dan Gao,
yang menyulut gelombang kekerasan cepat di negara itu.
Namun, mereka segera kehilangan kendali atas kota-kota itu pada militan garis keras yang sebelumnya sekutu mereka.
MNLA kembali ke Kidal ketika militan meninggalkan kota itu setelah
ofensif pimpinan Prancis terhadap kelompok garis keras pada Januari.
Kidal kini menjadi pangkalan bagi pasukan Prancis dan Chad yang
memerangi militan yang bersembunyi di kawasan pegunungan Ifoghas.
"Di sebuah negara demokratis, tidak boleh ada dua militer. Kidal adalah
bagian dari wilayah Mali," kata Fabius, dalam pernyataan yang menyoroti
bahwa tidak ada hubungan antara MNLA dan pasukan Prancis.
Prancis akan mengurangi pasukannya yang kini berjumlah 4.000 orang
menjadi 1.000 pada akhir tahun ini ketika mereka menyerahkan misi itu
kepada pasukan regional Afrika.
No comments:
Post a Comment