Kabar Perang - Kandahar: Sedikitnya 23 polisi tewas dalam serangan-serangan bom di Afghanistan dalam 24 jam terakhir.
Tiga-belas orang tewas dalam ledakan-ledakan bom pinggir jalan, sementara serangan bom bunuh diri menewaskan 10 orang lain.
Serangan-serangan bom itu mencerminkan meningkatnya peranan polisi dalam
perang Afghanistan sebelum penarikan pasukan NATO dari negara itu.
Di daerah pinggiran kota Kandahar, Afghanistan selatan, ledakan bom
berkekuatan besar menewaskan delapan polisi dan tiga tersangka pembom
yang
mereka tangkap, kata juru bicara provinsi itu Jawed Faisal, Minggu (27/1).
"Polisi kami melakukan operasi di daerah Pero Qalacha kemarin malam.
Mereka menangkap sejumlah tersangka gerilyawan," kata Faisal. "Dalam
perjalanan kembali ke (pusat) kota, kendaraan mereka dihantam ledakan
bom rakitan IED. Delapan polisi tewas, juga tiga tersangka yang mereka
tangkap selama operasi itu."
Enam polisi lain dan satu tersangka di kendaraan kedua cedera dalam ledakan itu, tambahnya.
Sejumlah pejabat menyalahkan serangan itu pada "oposisi bersenjata",
istilah yang digunakan untuk Taliban yang mengobarkan kekerasan sejak
2001.
Tiga polisi tewas dalam serangan lain bom pinggir jalan di provinsi
berdekatan Helmand, Minggu, dan dua orang lagi tewas dalam serangan
serupa
di Farah di Afghanistan barat pada tengah malam, kata polisi.
Serangan-serangan itu terjadi setelah pemboman bunuh diri di kota
Kunduz, Afghanistan utara, pada Sabtu menewaskan 10 polisi, termasuk dua
perwira
senior.
Presiden Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat
bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada
akhir
2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah
masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan
Afghanistan.
Gerilyawan meningkatkan serangan terhadap aparat keamanan dan juga
pembunuhan terhadap politikus, termasuk yang menewaskan Ahmed Wali
Karzai,
adik Presiden Hamid Karzai, di Kandahar pada Juli 2011 dan utusan perdamaian Burhanuddin Rabbani di Kabul bulan September 2011.
Konflik meningkat di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan
militer mencapai tingkat tertinggi tahun lalu ketika kekerasan yang
dikobarkan
Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.
Jumlah warga sipil yang tewas meningkat secara tetap dalam lima tahun
terakhir, dan pada 2011 jumlah kematian sipil mencapai 3.021, menurut
data
PBB.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan
pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi
pimpinan AS pada
2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang
dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang
menewaskan
sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF)
pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan
untuk
membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan
dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan
asing
yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan
70%-80% korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.
No comments:
Post a Comment