Kabar Perang - Paris: Prancis akan mengurangi pasukannya di Mali
menjadi 2.000 personel pada Juli dan menjadi 1.000 pada akhir tahun ini.
Sekarang masih ada 4.000 personel.
Itu dikatakan Presiden Prancis Francois Hollande, Kamis (28/3). Setelah
melakukan intervensi pada Januari untuk menghentikan laju para
pemberontak yang terkait dengan Al-Qaeda menuju ibu kota Bamako, Prancis
akan mengurangi keberadaannya secara cepat dan menyerahkan upaya
penjagaan keamanan kepada pasukan Afrika dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Hollande mengatakan Prancis berkeinginan melihat Mali mengadakan
pemilihan seperti yang dijadwalkan pada Juli, tapi berkeras bahwa
Prancis tidak memiliki pilihan tertentu menyangkut kandidat.
"Sudah bukan waktunya bagi Prancis untuk menentukan siapa yang akan
memimpin negara," katanya kepada televisi Prancis dalam wawancara selama
lebih dari satu jam untuk membela catatan kerja pemerintahannya yang
telah berjalan 10 bulan.
Mali akan menyelenggarakan pemilihan presiden pada 7 Juli serta
pemilihan anggota legislatif dua minggu kemudian. Pemilihan itu
merupakan langkah penting dalam menciptakan kestabilan di Mali--negara
penghasil emas dan kapas--setelah intervensi Prancis membantu tentara
Mali menguasai kembali berbagai wilayah gurun utara dari para
pemberontak yang dilengkapi persenjataan berat.
Hollande juga menekankan kebijakan resmi Perancis yang tidak akan
mengikuti tuntutan atas tebusan dalam kasus-kasus penculikan. Ia
mengatakan informasi intelijen menduga bahwa Philippe Verdon, sandera
berkebangsaan Prancis yang diculik di Mali pada 2011, kemungkinan sudah
tewas.
Namun demikian, ia mengatakan bahwa dirinya melihat tanda-tanda
kehidupan tujuh warga Prancis, termasuk empat anak-anak, yang diculik di
Kamerun bulan lalu oleh kelompok Islamis Nigeria Boko Haram.
No comments:
Post a Comment